Halooo blogger! Saya akan berbagi tentang terapi dalam 3 mahzab psikologi.
Penasaran? So here I go J
Sebelumnya ada yang tau apa itu
psikoterapi? Psikoterapi berasal dari dua kata, yaitu psiko dan terapi. Psiko
atau Psyche artinya jiwa atau mental,
sedangkan terapi artinya penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Jadi, psikoterapi
merupakan usaha penyembuhan untuk masalah yang berkaitan dengan pikiran, jiwa,
mental, perasaan dan perilaku manusia. Selain itu,
psikoterapi juga disebut dengan terapi mental, terapi pikiran ataupun terapi
kejiwaan. Psikoterapis adalah sebutan bagi orang yang melakukan psikoterapi
yang sudah berhasil lulus dari suatu bidang akademik yang berkaitan dengan
psikoterapi.
Psikoterapi merupakan proses interaksi formal antara dua
pihak atau lebih, yaitu antara klien dengan psikoterapis yang bertujuan
memperbaiki keadaan yang dikeluhkan klien. Seorang psikoterapis dengan
pengetahuan dan keterampilan
psikologisnya akan membantu klien mengatasi keluhan secara profesional dan
legal.
Lalu bagaimana
psikoterapi dalam tiga mahzab dalam psikologi? Berikut penjelasannya J
Mahzab pertama
yang akan dibahas adalah:
Psikoterapi
dalam Mahzab Psikoanalisa
Psikoanalisa merupakan salah satu aliran besar
dalam sejarah ilmu psikologi. Teori ini dibangun oleh seorang
tokoh yang tidak asing lagi bagi dunia psikologi, yaitu Sigmund Freud. Dalam
aliran psikoanalisa ini ada
beberapa tokoh penting lainnya juga, yaitu Carl Gustav Jung, dan Alfred
Adler.
Ada beberapa
konsep utama yang
menjadi inti pembahasan dari teori
psikoanalisa
sehingga mampu melahirkan konsep yang “unik” tentang manusia. Poin penting itu adalah kesadaran (consciousness) dan
ketidaksadaran (unconsciousness), struktur kepribadian,
kecemasan (anxiety), mekanisme pertahanan diri (defense
mechanism), dan tahap perkembangan psikoseksual (psychosexual stage).
ü Sumbangan utama psikoanalisis :
a.
Kehidupan
mental individu menjadi bisa dipahami dan pemahaman terhadap sifat manusia bisa
diterapkan pada perbedaan penderitaan manusia
b.
Tingkah
laku sering diketahui dan ditentukan oleh faktor tak sadar
c.
Perkembangan
pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepribadian di masa
dewasa
d.
Teori
psikoanalisis menyediakan kerangka kerja yg berharga untuk memahami cara-cara
yang dipakai oleh individu dalam mengatasi kecemasan
e.
Terapi
psikoanalisis telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketidaksadaran
melalui analisis atas mimpi-mimpi
ü Tujuan terapi Psikoanalisis
a.
Membentuk
kembali struktur karakter individu dengan jalan membuat kesadaran yg tak
disadari didalam diri klien
b.
Fokus pada upaya
mengalami kembali pengalaman masa anak-anak
ü Peran terapis adalah membantu klien dalam mencapai kesadaran diri,
kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani
kecemasan secara realistis
a.
Membangun
hubungan kerja dengan klien, dengan banyak mendengar
dan
menafsirkan
b.
Terapis
memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan klien
c.
Mendengarkan
kesenjangan-kesenjangan dan pertentangan-pertentangan pada cerita klien
Sedangkan tujuan Utama dari treatment
psikoanalisis
yang dikembangkan oleh Freud adalah untuk mebawa hal-hal yang ditekan dan tidak
disadari ke alam sadar.
- Hipnotis adalah suatu prosedur yang
menyebabkan sensasi, persepsi, pikiran, perasaan, atau tingkah laku
berubah karena disugesti. Seperti ditulis Semiun (2006) mengidentifikasi
individu yang dihipnotis, bahwa dia yang dihipnotis itu (1) perhatiannya
dipersempit dan terfokus, (2) menjadikannya sangat mudah menggunakan
imajinasi dan berbagai halusinasi, (3) sikap individu itu menjadi pasif
dan reseptif, (4) tanggapan terhadap rasa sakit berkurang, dan (5) sangat
mudah sekali disugesti, dengan kata lain, kesediannya untuk mengadakan
respon terhadap perubahan-perubahan persepsi meningkat. Dalam Kamus Bahasa
Indonesia (2008), kita akan temukan bahwa hipnotis itu suatu perbuatan
yang membuat atau menyebabkan seseorang berada dalam keadaan hipnosis,
yaitu keadaan seperti tidur karena sugesti, yang dalam taraf permulaan
orang itu berada di bawah pengaruh orang yang memberikan sugestinya,
tetapi pada taraf berikutnya menjadi tidak sadar sama sekali. Dalam terapi
psikoanalitik, hipnotis digunakan oleh Freud pada tahap awal kepraktikannya
bersama seorang neurolog Prancis kenamaan Jean Charcot dan dokter asal
Wina Josef Breuer saat menangani pasien yang mengidap histeria
- Asosiasi bebas (free
association),
klien mengungkapkan apapun yang ada dalam pikirannya. Asosiasi bebas
merupakan proses pengungkapan tanpa sensor dari pikiran-pikiran segera
setalah pikiran masuk kebenak kita. Asosiasi bebas dipercaya secara
bertahap akan mengahancurkan pertahanan yang menghambat kesadaran tentang
proses bawah sadar. Klien diminta untuk tidak menyensor atau menyaring
pikiran, tetapi membiarkan pikiran mereka mengembara secara bebas dari
satu pikiran ke pikiran lain.
- Analisis mimpi (dream
analysis),
klien menceritakan kejadian-kejadian yang dilihatnya dalam mimpi kepada
terapis untuk kemudian menghubungkan kejadian-kejadian ini secara bebas.
Mimpi merupakan “jalan utama menuju ketidaksadaran”. Selama tidur,
pertahanan ego melamah dan impuls yang tidak dapat diterima menemukan
ekspresinya dalam mimpi. Kerena pertahanan tidak seluruhnya dihapuskan,
impuls mengambil bentuk yang disamarkan atau diasosiasikan. Dalam teori
analitik, mimpi memiliki dua tingkatan muatan:
a.
Muatan
manifest (manifest content) : materi mimpi yang dialami dan dilaporkan
b.
Muatan Laten (latent
content): materi bawah sadar yang disimbolisasi atau diwakili dalam
mimpi.
·
Transferensi, dalam psikoanalitik Freud,
transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan
sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Transferensi dinilai
sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketaksadaran
pasien karena alat ini mendorong pasien untuk menghidupkan kembali berbagai
pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya. Transferensi pada
tahap yang paling kritis berefek abreaksi (pelepasan tegangan emosional) pada
pasien. Efek lain yang mungkin, yaitu saat pasien secara terbuka mentransferkan
perasaan-perasaannya sehingga menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta
kepada terapis.
- Penafsiran atau Interpretasi merupakan adalah penjelasan dari psikoanalis tentang
makna dari asosiasi-asosiasi, berbagai mimpi, dan transferensi dari
pasien. Caranya dengan tindakan-tindakan terapis untuk menyatakan, menerangkan
dan mengajarkan klien makna-makna tingkah laku apa yang dimanifestasikan
dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubungan terapeutik itu
sendiri. Sederhananya, yaitu setiap pernyataan dari terapis yang
menafsirkan masalah pasien dalam suatu cara yang baru. Penafsiran oleh
analis harus memperhatikan waktu. Dia harus dapat memilah atau memprediksi
kapan waktu yang baik dan tepat untuk membicarakan penafsirannya kepada
pasien.
Mahzab kedua
yang akan dibahas adalah:
Psikoterapi
dalam Mahzab Behaviorisme
Teori Behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan
pada hasil belajar dan tidak memperhatikan pada proses berpikir siswa. Menurut
teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.
Aliran
behavioral menolak metode introspeksi dari aliran strukturalisme dengan sebuah
keyakinan bahwa menurut para behavioris metode introspeksi tidak dapat
menghasilkan data yang objektif, karena kesadaran menurut para behaviorist
adalah sesuatu yang Dubios, yaitu sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara
langsung, secara nyata (Walgito,2002:53). Bagi aliran behavioral yang menjadi
fokus perhatian adalah perilaku yang tampak, karena persoalan psikologi adalah
tingkah laku, tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan
mentalitas.
Pada
awalnya behavioral lahir di Rusia dengan tokohnya Ivan Pavlov, namun pada saat
yang hamper bersamaan di Amerika behavioral muncul dengan salah satu tokoh
utamanya John B. Watson.
Terapi dalam Behavioristik sebagai berikut:
1. Operant
Conditioning
a.
Pengertian
Prinsip-prinsip
kunci dalam behavioral adalah penguatan positif, penguatan negatif, ekstinsi,
hukuman positif dan hukuman negatif (Corey, 2005; Ivey, 1987; Lynn, 1985;
Carlton, 1971).
b.
Tujuan
Tujuan dari operant conditioning ialah untuk
mengurangi atau menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan. Beberapa prinsip
kunci operant conditioning: penguatan
positif, penguatan negatif, pemunahan, hukuman yang positif, dan hukuman
negatif. Tujuan dari penguatan, baik positif maupun negatif, adalah untuk
meningkatkan perilaku target. Penguatan positif melibatkan penambahan sesuatu
yang bernilai bagi individu (seperti pujian, perhatian, uang makan, atau)
sebagai konsekuensi dari perilaku tertentu. Tujuan dari program ini adalah
untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan, penguatan
positif sering digunakan untuk meningkatkan frekuensi perilaku yang lebih
diinginkan, yang menggantikan perilaku yang tidak diinginkan. Penguatan negatif
melibatkan melarikan diri dari atau menghindari rangsangan permusuhan. Individu
termotivasi untuk menunjukkan perilaku yang diinginkan untuk menghindari
kondisi yang tidak menyenangkan.
c.
Penggunaan
1) Tingkah laku yang memperoleh ganjaran dipelihara dan
dikembangkan
2) Tingkah laku yang mendapat hukuman akan dihentikan
Teori pembiasaan
operan menghasilkan tiga prinsip belajar, yaitu penguatan (reinforcement), ekstinsi (extinction),
dan hukuman (punishment)
1)
Penguatan:
Stimulus yang dapat meningkatkan terjadinya / berulangnya respon individu.
Jadwal penguatan dilakukan terus-menerus/kontinu dan sewaktu-waktu/intermiten.
2)
Ekstinsi:
Menghilangnya perilaku yang telah dipelajari karena hukuman/ tidak mendapat
penguatan.
3)
Hukuman: Proses
yang dapat memperlemah atau menghentikan respons dengan cara memberikan
stimulus yang tidak diinginkan.
2.
Relaxation Training and Related Methods
a.
Pengertian
Teknik yang dipakai
untuk melatih konseli agar melakukan relaksasi. Dalam pelaksanaannya konselor
dapat memodifikasi teknik ini dengan systematic
desentisization, asertion training,
self management programs. Teknik ini
tepat digunakan untuk terapi-terapi klinis (Corey, 2005; Ivey, 1987; Carlton,
1971).
b.
Tujuan
Tujuan pokok relaksasi adalah membantu orang menjadi
rileks, dan dengan demikian dapat memperbaiki berbagai aspek kesehatan fisik.
Membantu individu untuk dapat mengontrol diri dan memfokuskan perhatian
sehingga ia dapat mengambil respon yang tepat saat berada dalam situasi yang
menegangkan. Prosedur relaksasi sering digunakan dalam kombinasi dengan
sejumlah teknik behavior lainnya. Pelatihan relaksasi melibatkan beberapa
komponen yang biasanya membutuhkan dari 4 sampai 8 jam instruksi.
3. Systematic
Desentisization
a. Pengertian
Desensitisasi sistematik merupakan teknik spesifik
pendekatan behavioristik. Sebagaimana mengutip Willis, desensitisasi sistematis
yaitu teknik yang dikembangkan oleh Wolpe yang mengatakan bahwa semua perilaku
neurotic adalah ekspresi dari kecemasan.
Menurut Willis (2004: 96) desensitisasi sistematis
adalah suatu teknik untuk mengurangi respon emosional yang menakutkan,
mencemaskan atau tidak menyenangkan melalui aktivitas-aktivitas yang
bertentangan dengan respon yang menakutkan itu. Desensitisasi sistematis juga
melibatkan teknik-teknik relaksasi.
b. Tujuan
Berkenaan dengan tujuan dari teknik desensitisasi
sistematik, Willis menegaskan bahwa teknik ini bermaksud untuk mengajarkan
konseli untuk dapat memberikan respons yang tidak konsisten terkait dengan
kecemasan yang dialaminya.
Kondisi demikian bisa diwujudkan dengan menciptakan
kondisi nyaman bagi konseli. Tujuan teknik desentisisasi sitematis yang lain
adalah:
1) Teknik desentisasi
sistematis bermaksud mengajar konseli untuk memberikan respon yang tidak
konsisten dengan kecemasan yang dialami konseli.
2) Mengurangi
sensitifitas emosional yang berkaitan dengan kelainan pribadi.
3) Menenangkan klien
dari keteganggan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks.
4) Menghapus tingkah laku negatif seperti kecemasan.
c. Fungsi
Fungsi dari
terapi ini adalah untuk mengurangi kecemasan seseorang dengan cara memberikan
rangsangan yang bisa membuatnya cemas secara dengan sedikit demi sedikit yang
diberikan secara terus-menerus sampai individu tersebut tidak merasakan
kecemasan lagi. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa teknik ini digunakan
untuk mengurangi kecemasan dengan menghapus respons yang tidak diinginkan,
yaitu melalui counter conditioning.
d. Langkah-langkah
Adapun tahap-tahap dalam pelaksanaan teknik
desentisisasi sistematik ini dikemukakan oleh Cormier & Cormier (Abimanyu
& Manrihu,1996:337) adalah :
• Rasional penggunaan treatment
desensitisasi sistematis
• Identifikasi situasi-situasi yang
menimbulkan emosi
•Identifikasi
konstruksi hirarki
• Pemilihan latihan
• Penilaian imajinasi
• Penyajian adegan
• Tindak lanjut
4. Exposure Therapy
a.
Pengertian
Terapi ekposur adalah terapi dengan memaksimalkan
kecemasan atau ketakutan konseli (Corey,2005; Lynn and Garske, 1985). Dua variasi dari terapi
ini adalah invivo dan flooding.
1)
In Vivo
Pada terapi ini klien tidak disuruh untuk
membayangkan situasi yang ditakutinya atau yang membangkitkan kecemasannya,
tetapi klien dihadapkan langsung pada situasi itu. Terapis dan klien membuat
hirarki kecemasan untuk melihat tingkat kecemasan yang dialami klien. Setelah
pembuatan hirarki ini klien dihadapkan pada pemaparan penyebab itu. Klien dapat
menghentikan pemaparan jika ia mengalami tingkat kecemasan yang tinggi.
Seperti halnya dengan desensitisasi sistematis,
klien belajar tanggapan bersaing melibatkan relaksasi otot. Dalam beberapa
kasus terapis dapat menemani klien saat mereka menghadapi situasi ditakuti.
Sebagai contoh, terapis bisa pergi dengan klien dalam lift jika mereka memiliki
fobia menggunakan lift.
2)
Flooding
Dalam vivo flooding
terdiri dari paparan intens dan berkepanjangan terhadap rancangan kecemasan
yang sebenarnya. Umumnya, klien yang sangat ketakutkan cenderung mengekang
kecemasan mereka melalui penggunaan perilaku maladaptif. Dalam flooding, klien dilarang untuk berkecimpung
dalam respon mereka yang biasa maladaptive ketika dalam situasi kecemasan. Vivo flooding cenderung mengurangi kecemasan dengan cepat.
Teknik ini didasarkan pada prinsip-prinsip dan
mengikuti prosedur yang sama namun paparan terjadi dalam imajinasi klien bukan
di kehidupan sehari-hari. Paparan terhadap peristiwa traumatis yang sebenarnya
seperti kecelakaan pesawat, pemerkosaan, kebakaran, banjir, sering tidak mungkin dilakukan karena alasan
etis dan praktis. Banjir imaginal dapat menciptakan kembali keadaan trauma
dengan cara yang tidak membawa konsekuensi yang merugikan bagi klien.
Flooding sering digunakan dalam pengobatan perilaku
kecemasan yang berhubungan dengan gangguan, fobia, gangguan obsesif-kompulsif,
gangguan stres pasca trauma, dan agoraphobia. Kontak yang terlalu lama dan
intens dapat menjadi cara yang efektif dan efisien untuk mengurangi kecemasan
klien. Penelitian menunjukkan bahwa terapi paparan dapat mengurangi derajat
rasa takut dan kecemasan (Tryon, 2005).
b.
Tujuan
Terapi eksposur dirancang untuk menangani ketakutan
dan respon emosi negatif lainnya dengan memperkenalkan pada klien, di bawah
kondisi yang dikontrol secara hati-hati, situasi yang dapat memberikan
kontribusi terhadap masalah tersebut.
c.
Langkah-langkah
Tahapan
In Vivo Desensitization terdapat tiga
tahap, yaitu:
1) Relaksasi
Pelatihan relaksasi merupakan strategi yang
digunakan untuk menurunkan autonomic arousal yang merupakan komponen dari rasa
takut dan cemas. Ketika anak merasa takut atau cemas, respon fisiologis yang muncul
adalah ketegangan pada otot, detak jantung yang cepat, berkeringat dingin, atau
nafas yang tersengal-sengal. Simtom-simtom tersebut merupakan bagian dari autonomic arousal yang muncul ketika
anak menghadapi stimulus yang ditakuti. Dengan menggunakan prosedur relaksasi,
anak melakukan aktivitas yang berfungsi berlawanan dengan autonomic arousal seperti menurunkan ketegangan otot, menghangatkan
tangan, bernafas dengan pelan, dan
lain-lain.
Ketika anak melakukan prosedur aktivitas yang
berlawanan dengan respon otonomi tubuh, maka ketakutan akan berkurang. Salah
satu prosedur relaksasi yang banyak digunakan adalah diaphragmatic breathing (Davis, Eshelman, & McKay, dalam
Miltenberger, 2008). Diaphragmatic
Breathing Diaphragmatic breathing atau deep
breathing atau relaxed breathing
merupakan teknik relaksasi dimana anak bernafas panjang dalam ritme yang lambat
dan teratur. Setiap kali bernafas anak menggunakan otot diagfragma untuk
menghirup oksigen ke dalam paru-paru. Pola pernafasan tersebut dilakukan untuk
menggantikan pernafasan pendek dan tersengal yang muncul secara automatic ketika seseorang merasa takut
atau cemas.
Untuk mempelajari diaphragmatic breathing, anak duduk dalam posisi yang nyaman sambil
meletakkan tangan di perut yang merupakan lokasi otot diafragma, menutup mata,
kemudian menarik nafas dengan lambat sekitar 3-5 detik. Pada saat menarik
nafas, anak merasakan pergerakan diagfragma dan memfokuskan diri pada sensasi
fisik yang ia rasakan. Hal tersebut juga berguna agar perhatian anak teralih
dari stimulus yang membuatnya tidak nyaman.
2) Hierarki
Stimulus yang ditakuti setelah anak mempelajari dan
menguasai prosedur relaksasi, terapis dan anak menyusun hirarki stimulus yang
menimbulkan ketakutan pada anak. Pertama anak diminta untuk menuliskan berbagai
stimulus yang ia takuti di sekolah. Setelah itu anak memberi rating kecemasan yang bernilai 0-100
pada masingmasing stimulus. Dari daftar stimulus tersebut lalu, terapis
menyusun stimulus mulai dari yang menimbulkan rasa takut paling rendah sampai
dengan yang paling tinggi.
3) Exposure
Setelah hierarki stimulus yang ditakuti tersusun,
secara bertahap anak mulai dihadapkan langsung dengan stimulus-stimulus
tersebut sambil menerapkan teknik relaksasi yang telah dipelajari. Pada sesi
awal, stimulus yang dihadapkan pada anak adalah menimbulkan ketakutan paling
rendah. Setelah anak merasa nyaman dan tingkat ketakutannya berkurang, ia akan
dihadapkan pada stimulus yang lebih sulit. Demikian seterusnya sampai akhirnya
anak dihadapkan pada stimulus yang paling ditakuti.
5. Eye Movement
Desentisization and Reprocessing
a. Pengertian
Eye movement
Desensitization and Reprocessing
(EMDR) adalah salah satu bentuk psikoterapi yang pada awalnya dirancang untuk
menghilangkan distress yang berkaitan dengan adanya pengalaman atau ingatan
traumatik (Shapiro, 1989a, 1989b).
Melalui model Adaptive Information
Processing (Shapiro, 2001) dinyatakan bahwa EMDR memperlancar akses ke
dalam ingatan traumatik dan pemrosesannya untuk mencapai pemecahan yang
adaptif. Terapi EMDR yang berhasil akan berakhir dengan hilangnya distress
afektif, adanya perumusan baru keyakinan (beliefs)
yang sebelumnya negatif dan meredanya bangkitan (arousal) fisiologis.
b. Tujuan
EMDR dirancang untuk membantu klien menangani
gangguan stress pasca traumatis, EMDR diaplikasikan pada bermacam-macam
populasi termasuk anak-anak, pasangan, korban penyalahgunaan seksual, veteran perang,
korban kejahatan, korban pemerkosaan, korban kecelakaan, dan individu yang
menghadapi kegelisahan , panik, depresi, kecanduan dan phobia.
c. Langkah-langkah
EMDR terdiri atas delapan tahap inti yang banyak
diambil dari prosedur yang digunakan dalam terapi behavioral:
1) EMDR digunakan untuk menolong klien membentuk
kembali pola pikir mereka atau untuk memproses ulang informasi yang mereka
miliki.Seperti halnya pada terapi behavior, tahap awal pada perawatan ini
membutuhkan pemahaman akan masalah klien, mengidentifikasi dan mengevaluasi
tujuan perawatan secara spesifik.
2) Tahap persiapan melibatkan sebuah terapi
kelompok.Terapis menjelaskan proses dan pengaruh EMDR, mendiskusikan tujuan dan
harapan yang mungkin dimiliki klien, tahap ini dimulai dengan melakukan
relaksasi dan nenciptakan suasana yang nyaman saat klien dpat mempertahankan
imajinasi emosinya.
3) Tahap assessment
(pengukuran) meliputi, identifikasi memori traumatis yang menimbulkan
kecemasan, identifikasi sensasi emosional dan fisik yang dihubungkan dangan
peristiwa traumatis, evaluasi terhadap skala Subjective Unit of Disturbance (SUD), identifikasi terhadap kognisi
negative yang dihubungkan dengan peristiwa yang mengganggu, dan menemukan suatu
kepercayaan adaptif yang akan mengurangi tingkat kecemasan.
4) Di dalam tahap desentisisasi, klien diminta untuk
memvisualisasikan gambaran traumatiknya, menuturkan kepercayaan maladaptifnya,
dan memperhatikan sensasi fisiknya.Proses pengeksposan terbatas, klien diminta
untuk mengekspose keadaan yang paling mengganggu selama kurang dari semenit
tiap sesinya. Klien diminta untuk membuang pengalaman negatifnya dan melaporkan
apa yang dibayangkannya, dirasakan dan dipikirkannya.
5) Tahap instalasi terdiri dari penerapan dan
peningkatan kekuatan pola pikir (kognisi) positif klien yang telah
teridentifikasi sebagai pengganti pola pikir negatif.Kenyataan untuk
mengasosiasikan peristiwa traumatic dengan kepercayaan yang adaptif sehingga
memori tidak lagi mampu menimbulkan kecemasan dan pikiran negatif.Fokus yang
menjadi kekuatan pada klien adalah memiliki positive self assessment (penilaian diri yang positif), yang menjadi hal
sangat penting untuk mencapai peningkatan terapi.
6) Setelah pola pikir positif ditanamkan, klien diminta
untuk memvisualisasikan peristiwa traumatic dan pola pikir positifnya kemudian
terapis memeriksa badannya dari atas sampai bawah dan mengidentifikasi tegangan
seluruh tubuhnya.Pemeriksaan selesai ketika klien mampu memvisualisasikan
peristiwa tersebut, dan pada saat yang sama, sebagian kecil tubuh mengalami
ketegangan dan tetap mampu berpikir positif.
7) Penting untuk menutup tiap-tiap sesi dengan
baik.Terapis hendaknya mengingatkan klien bahwa dirinya mungkin akan mengalami
gangguan imajinasi, emosi, dan pemikiran antara tiap-tiap sesi.Klien diminta
untuk mencatat dalam buku harian atau jurnal dan merekam hal-hal yang
mengganggunya..Beberapa intervensi dari klien diharapkan untuk melakukan
beberapa kegiatan selama proses perawatan seperti relaksasi, menciptakan
imajinasi, meditasi, selfmonitoring,
dan latihan pernafasan.
8) Mengevaluasi kembali perawatan yang sudah dijalani,
hendaknya diterapkan pada awal masing-masing sesi baru.Tahap EMDR yang terakhir
meliputi beberapa proses behavioural, yaitu: reconceptualisasi permasalahan
klien, penetapan tujuan baru proses terapi, melaksanakan desensitisasi lebih
lanjut, melanjutkan tugas merestukturisasi aspek kognitif, melanjutkan proses self monitoring, dan secara kolaboratif
mengevaluasi hasil perawatan.
6. Self Management
a.
Pengertian
Self management atau pengelolaan diri adalah suatu strategi
pengubahan perilaku yang dalam prosesnya konseli mengarahkan perubahan
perilakunya sendiri dengan suatu teknik atau kombinasi teknik teurapetik
(Cormier&Cormier, 1985: 519). Merriam & Caffarella (Knowles, 2003b:48)
menyatakan bahwa pengarahan diri merupakan upaya individu untuk melakukan
perencanaan, pemusatan perhatian, dan evaluasi terhadap aktivitas yang
dilakukan. Di dalamnya terdapat kekuatan psikologis yang memberi arah pada
individu untuk mengambil keputusan dan menentukan pilihannya serta menetapkan
cara-cara yang efektif dalam mencapai tujuannya.
Self management merupakan salah satu model dalam cognitive behavior therapy. Self management meliputi pemantauan diri
(self-monitoring), reinforcement
yang positif (self-reward), kontrak atau perjanjian dengan
diri sendiri (self-contracting), dan penguasaan terhadap
ransangan (stimulus kontrol) (Gunarsa, 1996:225-226). Selanjutnya dinyatakan
bahwa self-instructional merupakan teknik kognitif yang mempunyai peranan
penting atau sebagai penyokong terhadap self-management. Pengaruh teori
kognitif pada masalah-masalah self-management disebabkan oleh kesalahan
konstruksi-konstruksi atau kognisi-kognisi yang lain tentang dunia atau orang-orang
di sekitar kita atau diri kita sendiri. Selfinstructional atau menginstruksi
diri sendiri pada hakikatnya adalah bentuk restrukturisasi aspek kognitif.
Urgensi dari hal tersebut terungkap bahwa pernyataan terhadap diri sendiri sama
pengaruhnya dengan pernyataan yang dibuat orang lain terhadap dirinya
(Meichenbaum; dalam Gunarsa, 1996:228).
b. Tujuan
1)
Memberikan peran yang lebih aktif pada siswa dalam proses konseling.
2)
Keterampilan siswa dapat bertahan sampai di luar sesi konseling.
3)
Perubahan yang mantap dan menetap dengan arah prosedur yang tepat.
4)
Menciptakan keterampilan belajar yang baru sesuai harapan.
5)
Siswa dapat mempola perilaku, pikiran, dan perasaan yang diinginkan.
c.
Langkah-langkah
1) Pemantauan diri (self-monitoring),
merupakan suatu proses klien mengamati dan mencatat segala sesuatu tentang
dirinya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Pemantauan diri biasanya
digunakan konseli untuk mengumpulkan base line data dalam suatu proses treatment.
2) Reinforcement yang positif (self-reward),
digunakan untuk membantu klien mengatur dan memperkuat perilakunya melalui
konsekuensi yang dihasilkannya sendiri. Banyak tindakan individu yang
dikendalikan oleh konsekuensi yang dihasilkannya sendiri sebanyak yang
dikendalikan oleh konsekuensi eksternal. Pada tahap ini, mengubah atau
mengembangkan perilaku dengan menggunakan sebanyakbanyaknya ganjar-diri dapat
dilakukan dalam konseling.
3) Kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri (self-contracting), adapun
langkah-langkah dalam self-contracting
ini adalah:
a) Klien membuat perencanaan untuk mengubah pikiran,
perilaku, dan perasaan yang ingin dilakukannya.
b) Klien menyakini semua yang ingin diubahnya.
c) Klien bekerjasama dengan teman/keluarga untuk progam
self-managementnya.
d) Klien akan menanggung resiko dengan program
self-management yang dilakukannya.
e) Pada dasarnya, semua yang klien harapkan mengenai
perubahan pikiran, perilaku dan perasan adalah untuk klien sendiri.
f) Klien menuliskan peraturan untuk dirinya sendiri
selama menjalani proses self-management.
4) Penguasaan terhadap rangsangan (stimulus
kontrol), Kendali stimulus menekankan
pada penataan kembali atau modifikasi lingkungan sebagai isyarat khusus (gues) atau anteseden atas respons
tertentu. Sebagaimana dijelaskan dalam model perilaku ABC (Antesedent Behavior Consequence), tingkah laku seringkali dibimbing
oleh sesuatu yang mendahului (antesedent)
dan dipelihara oleh peristiwa-peristiwa positif atau negatif yang mengikutinya
(consequence). Anteseden atau
konsekuensi itu dapat bersifat internal atau eksternal, misalnya saja,
anteseden dapat berupa suatu situasi, emosi, kognisi, atau suatu instruksi
tersamar maupun terang-terangan. Adapun prinsip-prinsip mengurangi perilaku
yang tidak diinginkan adalah:
a) Penataan awal atau mengubah cues yang berhubungan
dengan tempat perilaku, yang terdiri atas: a) penataan awal cues yang menyebabkan sulitnya perilaku
tertentu dilaksanakan, dan b) pengaturan awal cues supaya dapat dikendalikan oleh orang lain.
b) Mengubah waktu atau sekuensi antara antesedents cues dengan perilaku hasil,
yang terdiri atas: a. menghentikan sekuensi, b. mengubah sekuensi, dan c. dan
menciptakan hambatan-hambatan ke dalam sekuensi.
Adapun prinsip-prinsip meningkatkan perilaku yang
diinginkan adalah:
a) Mencari cues
dengan sengaja untuk memunculkan perilaku yang diinginkan.
b) Mengonsentrasikan pada perilaku tertentu ketika
berada dalam situasinya.
c) Secara berangsur-angsur menampilkan perilaku pada
situasi lain.
d) Meningkatkan kehadiran cues dari orang lain dan yang dihadirkan sendiri yang dapat
membantu memunculkan perilaku yang diinginkan.
7. Assertive
Theraphy
a.
Pengertian
Latihan asertif adalah suatu kemampuan untuk
mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain
namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Latihan
asertif ini diberikan pada individu yang mengalami kecemasan, tidak mampu
mempertahankan hak-haknya, terlalu lemah, membiarkan orang lain melecehkan dirinya,
tidak mampu mengekspresikan amarahnya dengan benar dan cepat tersinggung.
Menurut Goldstein (1986) latihan asertif merupakan
rangkuman yang sistematis dari ketrampilan, peraturan, konsep atau sikap yang
dapat mengembangkan dan melatih kemampuan individu untuk menyampaikan pikiran,
perasaan, keinginan dan kebutuhannya dengan penuh percaya diri dan kejujuran
sehingga dapat berhubungan baik dengan lingkungan sosialnya. 15 hal-hal yang
dapat dibantu dengan latihan asertif antara lain:
1)
Tidak dapat
menyatakan kemarahannya atau kejengkelannya.
2)
Mereka yang
sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan dari padanya.
3)
Mereka yang
mengalami kesulitan berkata “tidak”.
4)
Mereka yang
merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapatnya.
5)
Kecemasan dalam
diri individu, seperti merasa tidak pantas dalam pergaulan sosial, takut untuk
ditinggalkan, kesulitan mengekspresikan perasaan cinta kepada orang-orang
disekitarnya.
b.
Tujuan
Latihan asertif bertujuan melatih serta membiasakan
individu berperilaku asertif dalam berhubungan dengan orang lain di lingkungan
sekitarnya. Perilaku asertif merupakan perilaku dalam hubungan antar pribadi
yang menyangkut ekspresi emosi, perasaan, pikiran, serta keinginan dan
kebutuhan secara terbuka, tepat, dan jujur, tanpa perasaan cemas atau tegang
terhadap orang lain tanpa merugikan diri sendiri atau orang lain
c.
Langkah-langkah
Adapun langkah-langkah dalam strategi latihan
asertif adalah sebagai berikut:
1) Rasional strategi, yaitu konselor memberikan
rasional/ menjelaskan maksud penggunaan strategi. Konselor memberikan overview
tahapan-tahapan implementasi strategi.
2) Identifikasi keadaan yang menimbulkan persoalan,
yaitu konselor meminta klien menceritakan secara terbuka permasalahan yang
dihadapi dan sesuatu yang dilakukan atau dipikirkan pada saat permasalahan
timbul.
3) Membedakan perilaku asertif dan tidak asertif serta
mengeksplorasi target, yaitu konselor dank lien membedakan perilaku asertif dan
perilaku tidak asertif serta menentukan perubahan perilaku yang diharapkan.
4) Bermain peran, pemberian umpan balik serta pemberian
model perilaku yang lebih baik, yaitu klien bermain peran sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi. Konselor member umpan balik secara verbal,
pemberian model perilaku yang lebih baik, pemberian penguat positif dan
penghargaan.
5) Melaksanakan latihan dan praktik, yaitu klien
mendemonstrasikan perilaku yang asertif sesuai dengan target perilaku yang
diharapkan.
6) Mengulang latihan, yaitu klien mengulang latihan
kembali tanpa bantuan pembimbing.
7) Tugas rumah dan tindak lanjut, yaitu konselor member
tugas rumah pada klien, dan meminta klien mempraktekkan perilaku yang
diharapkan dan memeriksa perilaku target apakah sudah dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari.
8) Terminasi, yaitu konselor menghentikan program
bantuan.
8. Terapi Multimodal
a.
Pengertian
Terapi ini adalah suatu sistem yang terbuka dan
mendorong adanya elektisisme teknik, yaitu terapis harus mampu menggunakan
setiap teknik yang terbukti efektif untuk dipakai menangani problema yang
spesifik (Roberts et al, 1980). Palmer (2012) juga menyatakan bahwa terapi ini
cukup fleksibel untuk disesuaikan dengan kebutuhan klien, bukan klien yang
perlu untuk menyesuaikan terapi. Terapi ini tidak hanya menggunakan satu teknik
saja namun konselor dapat menggunakan beberapa teknik dari beberapa pendekatan
yang sesuai dengan kebutuhan konseli. Esensi pendekatan multimodal adalah bahwa
kepribadian manusia yang kompleks dibagi menjadi tujuh kawasan fungsi utama,
yaitu perilaku (B), respon afektif (A), sensasi (S), khayal (I), kognisi (C),
hubungan interpersonal (I), dan obat (D) atau fungsi biologis, nutrisi, dan
olah raga (Lazarus, 1989) Terapis multimodal mempunyai penilaian tuntas dan
program penanganan harus memperhatikan fungsi tersebut.
Terapi ini menggunakan suatu perspektif pembelajaran
sosial yang luas untuk mencatat perkembangan dan perubahan pribadi. Nurhayati
(2011) menjelaskan bahwa terapi ini dapat digunakan untuk individu yang
mengalami harga diri yang rendah. Hal tersebut dinyatakan bahwa mekanisme
integrasi yang disebut sistem BASIC-ID pada akronim A (Affect) dapat terjadi dikarenakan kemarahan dan depresi.
b.
Tujuan
Tujuan terapi multimodal adalah untuk menstruktur
kognitif, memperbaiki pola interaksi dalam lingkungan, pembinaan eksekutif,
individu/ pembinaan kehidupan, manajemen stres, pembinaan kesehatan, kehidupan
yang lebih bahagia dan mencapai tujuan realistis mereka.
Mahzab ketiga
yang akan dibahas adalah:
Psikoterapi
dalam Mahzab Humanistik
Psikologi humanistik menyoroti tingkah
laku secara lebih luas. Memandang bahwa memiliki faktor internal dan eksternal
dalam pembentukannya. Keduanya tidak bisa dilepaskan satu sama lain, bukan
seperti psikoanalisis dan behavioristik. Aliran ini layaknya penggabungan
antara kedua aliran psikologi sebelumnya. Masa lalu begitu mempengaruhi tingkah
laku manusia tetapi tidak boleh dilepaskan dari stimulus yang diperoleh dari
lingkungan. Lebih lagi yang perlu ditekankan bahwa pembentukan tingkah laku
manusia tidak hanya dikendalikan oleh lingkungan atau masa lalu, tetapi manusia
punya kemampuan mengarahkan diri dengan sifat subjektivitasnya sebagai
individu.
Psikologi
humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan adalah suatu
pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang
memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia.
Psikoterapi dalam Humanistik adalah
sebagai berikut:
1.
Solution-focused
brief therapy
Solution-focesed brief therapy adalah
pendekatan psikologi yang berdasarkan pembangunan solusi dibandingkan pemecahan
masalah. Hal itu menggali individual yang berdasarkan hasil dan masa depan yang
akan datang. Menolong mereka untuk melihat kedepan dan menggunakan kekuatan
mereka untuk mendapatkan hsil pencapaian mereka. Solution focused brief therapy
adalah pendekatan berdasarkan batasan waktu . Teknik ini dikembangkan di
amerika pada tahun 1980 oleh suami dan istri yang bernama Steve de Shazer dan
Insoo Kim berg. Bersama dengan tim mereka di Brief Family center. Bersama
mereka menemukan terapi di 7 dasan filosofi dan asumsi.
2.
Gestalt
Therapy (Fritz Perls)
Terapi Gestalt adalah suatu terapi yang eksistensial
yang menekankan kesadaran disini dan sekarang. Konsep-konsep utamanya mencakup
penerimaan tanggung jawaab pribadi, hidup pada saat sekarang, pengalaman
langsung, penghindaran diri, urusan yang tidak sesuai dan penembusan jalan
buntu.
Sasaran terapeutik utamanya adalah
menantang klien untuk beralih dari dukungan lingkungan kepada dukungan sendiri.
Dalam pendekatan ini, terapis membantu klien agar mengalami penuh segenap
perasaannya dan supaya klien mampu membuat penafsiran-penafsiran sendiri. Serta
terapis lebih memusatkan perhatian pada bagaimana klien bertindak. Salah satu kelebihan
terapi Gestalt adalah pengalaman-pengalaman masa lampau klien yang relevan
dibawa ke saat sekarang, sehingga hasilnya jauh lebih baik disbanding dengan
hanya membicarakan keterangan histiris klien secara abstrak. Akan tetapi,
terapi Gestalt cenderung anti-intelektual dalam arti kurang memperhitungkan faktor-faktor
kognitif.
https://www.youtube.com/watch?v=ZbOAdMdMLdI
3.
Person-Centered Therapy (Carl R. Rogers)
Terapi ini cocok untuk orang-orang
dengan masalah psikologis yang ada ketidakbahagiaan dalam dirinya, mereka
biasanya akan mengalami masalah emosional dalam hubungan dikehidupannya,
sehingga menjadi orang yang tidak berfungsi sepenuhnya.
Terapi ini tidak memiliki metode atau teknik yang
spesifik, sikap-sikap terapis dan kepercayaan antara terapis dan klienlah yang
berperan penting dalam proses terapi. Terapis membangun hubungan yang membantu,
dimana klien akan mengalami kebebasan untuk mengeksplorasi area-area
kehidupannya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Terapis memandang
klien sebagai narator aktif yang membangun terapi secara interaktif dan
sinergis untuk perubahan yang positif. Dalam terapi ini pada umumnya
menggunakan teknik dasar mencakup mendengarkan aktif, merefleksikan
perasaan-perasaan atau pengalaman, menjelaskan, dan “hadir” bagi klien, namun
tidak memasukkan pengetesan diagnostik, penafsiran, kasus sejarah, dan bertanya
atau menggali informasi. Untuk terapis person centered, kualitas hubungan
terapi jauh lebih penting daripada teknis. Terapis harus membawa ke dalam
hubungan tersebut sifat-sifat khas yang berikut:
- Menerima àTerapis menerima pasien dengan
respek tanpa menilai atau mengadilinya entah secara positif atau negatif.
Pasien dihargai dan diterima tanpa syarat. Dengan sikap ini terapis
memberi kepercayaan sepenuhnya kepada kemampuan pasien untuk meningkatkan
pemahaman dirinya dan perubahan yang positif.
- Keselarasan à Terapis dikatakan selaras
dalam pengertian bahwa tidak ada kontradiksi antara apa yang dilakukannya
dan apa yang dikatakannya.
- Pemahaman à Terapis mampu melihat
pasien dalam cara empatik yang akurat. Dia memiliki pemahaman konotatif
dan juga kognitif.
- Mampu mengomunikasikan sifat-sifat khas ini à Terapis mampu mengkomunikasikan
penerimaan, keselarasan dan pemahaman kepada pasien sedemikian rupa
sehingga membuat perasaan-perasaan terapis jelas bagi pasien.
- Hubungan yang membawa akibat: Suatu hubungan
yang bersifat mendukung (supportive
relationship), yang aman dan bebas dari ancaman akan muncul dari
teknik-teknik diatas.
Referensi:
Basuki,
A.M.H. 2008. Psikologi umum.
Jakarta: Universitas Gunadarma.
Corey, Gerald. (1991). Theory and practice of counseling and psychotherapy,5th . Brooks/Cole
Publishing Company.
Departemen
Pendidikan Nasional. (2008). Kamus besar
bahasa Indonesia pusat bahasa. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Gunarsa, Singgih D.(1996). Konseling dan psikoterapi. Jakarta : BPK
Gunung Mulia.
Hidayat,
D.R. (2011). Teori dan aplikasi psikologi
kepribadian dalam konseling. Bogor: Ghalia Indonesia.
Jaenudin, U. (2012). Psikologi kepribadian. Jakarta: Pustaka
Setia.
K. Bertens. (2006). Psikoanalisis Sigmund Freud. Jakarta:
Gramedia.
Latipun. (2001). Psikologi konseling. Malang: UMM Press.
Richard P. H. (2012). Psikologi abnormal. Jakarta: Salemba
Humanika.
Sarwono,S.W.(2002). Berkenalan dengan aliran-aliran dan tokoh-tokoh psikologi.Jakarta :
Bulan Bintang.
Semiun,
Y. (2006). Kesehatan mental 1.
Yogyakarta: Kanisius,
Semiun,
Y. (2006). Teori kepribadian dan
terapi psikoanalitik freud. Jakarta: Kanisius.
Suharto, E. (2007). Pekerjaan sosial di dunia industri – csr.
Bandung: Refika Aditama.
Sutyas
P., Elly Y., dan Verina H. S. (2012). Terapi
humanistik. Surabaya: Universitas Surabaya
Syamsu
Yusuf dan A. Juntika Nurihsan. (2011). Teori
kepribadian cet.3. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Walgito,B.(2003). Pengantar psikologi umum.Yogyakarta :
Penerbit AND.
Referensi
Gambar :
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/12/Sigmund_Freud_LIFE.jpg
http://www.azquotes.com/quote/766023