Pages

Senin, 10 April 2017

PSIKOTERAPI DALAM 3 MAHZAB PSIKOLOGI

Halooo blogger! Saya akan berbagi tentang terapi dalam 3 mahzab psikologi. Penasaran? So here I go J

Sebelumnya ada yang tau apa itu psikoterapi? Psikoterapi berasal dari dua kata, yaitu psiko dan terapi. Psiko atau Psyche artinya jiwa atau mental, sedangkan terapi artinya penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Jadi, psikoterapi merupakan usaha penyembuhan untuk masalah yang berkaitan dengan pikiran, jiwa, mental, perasaan dan perilaku manusia. Selain itu, psikoterapi juga disebut dengan terapi mental, terapi pikiran ataupun terapi kejiwaan. Psikoterapis adalah sebutan bagi orang yang melakukan psikoterapi yang sudah berhasil lulus dari suatu bidang akademik yang berkaitan dengan psikoterapi.
Psikoterapi merupakan proses interaksi formal antara dua pihak atau lebih, yaitu antara klien dengan psikoterapis yang bertujuan memperbaiki keadaan yang dikeluhkan klien. Seorang psikoterapis dengan pengetahuan dan keterampilan psikologisnya akan membantu klien mengatasi keluhan secara profesional dan legal.

Lalu bagaimana psikoterapi dalam tiga mahzab dalam psikologi? Berikut penjelasannya J

Mahzab pertama yang akan dibahas adalah:

Psikoterapi dalam Mahzab Psikoanalisa
Psikoanalisa merupakan salah satu aliran besar dalam sejarah ilmu psikologi. Teori ini dibangun oleh seorang tokoh yang tidak asing lagi bagi dunia psikologi, yaitu Sigmund Freud. Dalam aliran psikoanalisa ini ada beberapa tokoh penting lainnya juga, yaitu Carl Gustav Jung, dan Alfred Adler. 




Ada beberapa konsep utama yang menjadi inti pembahasan dari teori psikoanalisa sehingga mampu melahirkan konsep yang “unik” tentang manusia. Poin penting itu adalah kesadaran (consciousness) dan ketidaksadaran (unconsciousness), struktur kepribadian, kecemasan (anxiety), mekanisme pertahanan diri (defense mechanism), dan tahap perkembangan psikoseksual (psychosexual stage).
ü  Sumbangan utama psikoanalisis :
a.       Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami dan pemahaman terhadap sifat manusia bisa diterapkan pada perbedaan penderitaan manusia
b.      Tingkah laku sering diketahui dan ditentukan oleh faktor tak sadar
c.       Perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepribadian di masa dewasa
d.      Teori psikoanalisis menyediakan kerangka kerja yg berharga untuk memahami cara-cara yang dipakai oleh individu dalam mengatasi kecemasan
e.       Terapi psikoanalisis telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketidaksadaran melalui analisis atas mimpi-mimpi
ü  Tujuan terapi Psikoanalisis
a.       Membentuk kembali struktur karakter individu dengan jalan membuat kesadaran yg tak disadari didalam diri klien
b.      Fokus pada upaya mengalami kembali pengalaman masa anak-anak
ü  Peran terapis adalah membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis
a.       Membangun hubungan kerja dengan klien, dengan banyak mendengar dan menafsirkan
b.      Terapis memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan klien
c.       Mendengarkan kesenjangan-kesenjangan dan  pertentangan-pertentangan pada cerita klien






Sedangkan tujuan Utama dari treatment psikoanalisis yang dikembangkan oleh Freud adalah untuk mebawa hal-hal yang ditekan dan tidak disadari ke alam sadar.
  • Hipnotis adalah suatu prosedur yang menyebabkan sensasi, persepsi, pikiran, perasaan, atau tingkah laku berubah karena disugesti. Seperti ditulis Semiun (2006) mengidentifikasi individu yang dihipnotis, bahwa dia yang dihipnotis itu (1) perhatiannya dipersempit dan terfokus, (2) menjadikannya sangat mudah menggunakan imajinasi dan berbagai halusinasi, (3) sikap individu itu menjadi pasif dan reseptif, (4) tanggapan terhadap rasa sakit berkurang, dan (5) sangat mudah sekali disugesti, dengan kata lain, kesediannya untuk mengadakan respon terhadap perubahan-perubahan persepsi meningkat. Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008), kita akan temukan bahwa hipnotis itu suatu perbuatan yang membuat atau menyebabkan seseorang berada dalam keadaan hipnosis, yaitu keadaan seperti tidur karena sugesti, yang dalam taraf permulaan orang itu berada di bawah pengaruh orang yang memberikan sugestinya, tetapi pada taraf berikutnya menjadi tidak sadar sama sekali. Dalam terapi psikoanalitik, hipnotis digunakan oleh Freud pada tahap awal kepraktikannya bersama seorang neurolog Prancis kenamaan Jean Charcot dan dokter asal Wina Josef Breuer saat menangani pasien yang mengidap histeria
  • Asosiasi bebas (free association), klien mengungkapkan apapun yang ada dalam pikirannya. Asosiasi bebas merupakan proses pengungkapan tanpa sensor dari pikiran-pikiran segera setalah pikiran masuk kebenak kita. Asosiasi bebas dipercaya secara bertahap akan mengahancurkan pertahanan yang menghambat kesadaran tentang proses bawah sadar. Klien diminta untuk tidak menyensor atau menyaring pikiran, tetapi membiarkan pikiran mereka mengembara secara bebas dari satu pikiran ke pikiran lain. 

  • Analisis mimpi (dream analysis), klien menceritakan kejadian-kejadian yang dilihatnya dalam mimpi kepada terapis untuk kemudian menghubungkan kejadian-kejadian ini secara bebas. Mimpi merupakan “jalan utama menuju ketidaksadaran”. Selama tidur, pertahanan ego melamah dan impuls yang tidak dapat diterima menemukan ekspresinya dalam mimpi. Kerena pertahanan tidak seluruhnya dihapuskan, impuls mengambil bentuk yang disamarkan atau diasosiasikan. Dalam teori analitik, mimpi memiliki dua tingkatan muatan: 
a.       Muatan manifest (manifest content) : materi mimpi yang dialami dan dilaporkan
b.      Muatan Laten (latent content): materi bawah sadar yang disimbolisasi atau diwakili dalam mimpi.



·         Transferensi, dalam psikoanalitik Freud, transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketaksadaran pasien karena alat ini mendorong pasien untuk menghidupkan kembali berbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya. Transferensi pada tahap yang paling kritis berefek abreaksi (pelepasan tegangan emosional) pada pasien. Efek lain yang mungkin, yaitu saat pasien secara terbuka mentransferkan perasaan-perasaannya sehingga menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta kepada terapis.



  • Penafsiran atau Interpretasi merupakan adalah penjelasan dari psikoanalis tentang makna dari asosiasi-asosiasi, berbagai mimpi, dan transferensi dari pasien. Caranya dengan tindakan-tindakan terapis untuk menyatakan, menerangkan dan mengajarkan klien makna-makna tingkah laku apa yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubungan terapeutik itu sendiri. Sederhananya, yaitu setiap pernyataan dari terapis yang menafsirkan masalah pasien dalam suatu cara yang baru. Penafsiran oleh analis harus memperhatikan waktu. Dia harus dapat memilah atau memprediksi kapan waktu yang baik dan tepat untuk membicarakan penafsirannya kepada pasien.
Mahzab kedua yang akan dibahas adalah:

Psikoterapi dalam Mahzab Behaviorisme
                                                              
            Teori Behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada hasil belajar dan tidak memperhatikan pada proses berpikir siswa. Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.
Aliran behavioral menolak metode introspeksi dari aliran strukturalisme dengan sebuah keyakinan bahwa menurut para behavioris metode introspeksi tidak dapat menghasilkan data yang objektif, karena kesadaran menurut para behaviorist adalah sesuatu yang Dubios, yaitu sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara langsung, secara nyata (Walgito,2002:53). Bagi aliran behavioral yang menjadi fokus perhatian adalah perilaku yang tampak, karena persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan mentalitas.
Pada awalnya behavioral lahir di Rusia dengan tokohnya Ivan Pavlov, namun pada saat yang hamper bersamaan di Amerika behavioral muncul dengan salah satu tokoh utamanya John B. Watson.

Terapi dalam Behavioristik sebagai berikut:
1.    Operant Conditioning
a.    Pengertian
Prinsip-prinsip kunci dalam behavioral adalah penguatan positif, penguatan negatif, ekstinsi, hukuman positif dan hukuman negatif (Corey, 2005; Ivey, 1987; Lynn, 1985; Carlton, 1971).
b.    Tujuan
Tujuan dari operant conditioning ialah untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan. Beberapa prinsip kunci operant conditioning: penguatan positif, penguatan negatif, pemunahan, hukuman yang positif, dan hukuman negatif. Tujuan dari penguatan, baik positif maupun negatif, adalah untuk meningkatkan perilaku target. Penguatan positif melibatkan penambahan sesuatu yang bernilai bagi individu (seperti pujian, perhatian, uang makan, atau) sebagai konsekuensi dari perilaku tertentu. Tujuan dari program ini adalah untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan, penguatan positif sering digunakan untuk meningkatkan frekuensi perilaku yang lebih diinginkan, yang menggantikan perilaku yang tidak diinginkan. Penguatan negatif melibatkan melarikan diri dari atau menghindari rangsangan permusuhan. Individu termotivasi untuk menunjukkan perilaku yang diinginkan untuk menghindari kondisi yang tidak menyenangkan.
c.       Penggunaan
1)   Tingkah laku yang memperoleh ganjaran dipelihara dan dikembangkan
2)   Tingkah laku yang mendapat hukuman akan dihentikan
Teori pembiasaan operan menghasilkan tiga prinsip belajar, yaitu penguatan (reinforcement), ekstinsi (extinction), dan hukuman (punishment)
1)   Penguatan: Stimulus yang dapat meningkatkan terjadinya / berulangnya respon individu. Jadwal penguatan dilakukan terus-menerus/kontinu dan sewaktu-waktu/intermiten.
2)   Ekstinsi: Menghilangnya perilaku yang telah dipelajari karena hukuman/ tidak mendapat penguatan.
3)   Hukuman: Proses yang dapat memperlemah atau menghentikan respons dengan cara memberikan stimulus yang tidak diinginkan.

2.    Relaxation Training and Related Methods
a.    Pengertian
Teknik yang dipakai untuk melatih konseli agar melakukan relaksasi. Dalam pelaksanaannya konselor dapat memodifikasi teknik ini dengan systematic desentisization, asertion training, self management programs. Teknik ini tepat digunakan untuk terapi-terapi klinis (Corey, 2005; Ivey, 1987; Carlton, 1971).
b.    Tujuan
Tujuan pokok relaksasi adalah membantu orang menjadi rileks, dan dengan demikian dapat memperbaiki berbagai aspek kesehatan fisik. Membantu individu untuk dapat mengontrol diri dan memfokuskan perhatian sehingga ia dapat mengambil respon yang tepat saat berada dalam situasi yang menegangkan. Prosedur relaksasi sering digunakan dalam kombinasi dengan sejumlah teknik behavior lainnya. Pelatihan relaksasi melibatkan beberapa komponen yang biasanya membutuhkan dari 4 sampai 8 jam instruksi.

3.      Systematic Desentisization
a.    Pengertian
Desensitisasi sistematik merupakan teknik spesifik pendekatan behavioristik. Sebagaimana mengutip Willis, desensitisasi sistematis yaitu teknik yang dikembangkan oleh Wolpe yang mengatakan bahwa semua perilaku neurotic adalah ekspresi dari kecemasan.
Menurut Willis (2004: 96) desensitisasi sistematis adalah suatu teknik untuk mengurangi respon emosional yang menakutkan, mencemaskan atau tidak menyenangkan melalui aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan respon yang menakutkan itu. Desensitisasi sistematis juga melibatkan teknik-teknik relaksasi.
b.    Tujuan
Berkenaan dengan tujuan dari teknik desensitisasi sistematik, Willis menegaskan bahwa teknik ini bermaksud untuk mengajarkan konseli untuk dapat memberikan respons yang tidak konsisten terkait dengan kecemasan yang dialaminya.
Kondisi demikian bisa diwujudkan dengan menciptakan kondisi nyaman bagi konseli. Tujuan teknik desentisisasi sitematis yang lain adalah: 
1) Teknik desentisasi sistematis bermaksud mengajar konseli untuk memberikan respon yang tidak konsisten dengan kecemasan yang dialami konseli.
2)  Mengurangi sensitifitas emosional yang berkaitan dengan kelainan pribadi. 
3) Menenangkan klien dari keteganggan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks.
4) Menghapus tingkah laku negatif seperti kecemasan.
c.    Fungsi
Fungsi dari terapi ini adalah untuk mengurangi kecemasan seseorang dengan cara memberikan rangsangan yang bisa membuatnya cemas secara dengan sedikit demi sedikit yang diberikan secara terus-menerus sampai individu tersebut tidak merasakan kecemasan lagi. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa teknik ini digunakan untuk mengurangi kecemasan dengan menghapus respons yang tidak diinginkan, yaitu melalui counter conditioning.
d.   Langkah-langkah
Adapun tahap-tahap dalam pelaksanaan teknik desentisisasi sistematik ini dikemukakan oleh Cormier & Cormier (Abimanyu & Manrihu,1996:337) adalah :
•        Rasional penggunaan treatment desensitisasi sistematis
•        Identifikasi situasi-situasi yang menimbulkan emosi
•Identifikasi konstruksi hirarki
•        Pemilihan latihan
•        Penilaian imajinasi
•        Penyajian adegan
•        Tindak lanjut

4.    Exposure Therapy
a.    Pengertian
Terapi ekposur adalah terapi dengan memaksimalkan kecemasan atau ketakutan konseli (Corey,2005; Lynn  and Garske, 1985). Dua variasi dari terapi ini adalah invivo dan flooding.
1)        In Vivo
Pada terapi ini klien tidak disuruh untuk membayangkan situasi yang ditakutinya atau yang membangkitkan kecemasannya, tetapi klien dihadapkan langsung pada situasi itu. Terapis dan klien membuat hirarki kecemasan untuk melihat tingkat kecemasan yang dialami klien. Setelah pembuatan hirarki ini klien dihadapkan pada pemaparan penyebab itu. Klien dapat menghentikan pemaparan jika ia mengalami tingkat kecemasan yang tinggi.
Seperti halnya dengan desensitisasi sistematis, klien belajar tanggapan bersaing melibatkan relaksasi otot. Dalam beberapa kasus terapis dapat menemani klien saat mereka menghadapi situasi ditakuti. Sebagai contoh, terapis bisa pergi dengan klien dalam lift jika mereka memiliki fobia menggunakan lift.
2)        Flooding
Dalam vivo flooding terdiri dari paparan intens dan berkepanjangan terhadap rancangan kecemasan yang sebenarnya. Umumnya, klien yang sangat ketakutkan cenderung mengekang kecemasan mereka melalui penggunaan perilaku maladaptif. Dalam flooding, klien dilarang untuk berkecimpung dalam respon mereka yang biasa maladaptive ketika dalam situasi kecemasan. Vivo flooding cenderung mengurangi kecemasan dengan cepat.
Teknik ini didasarkan pada prinsip-prinsip dan mengikuti prosedur yang sama namun paparan terjadi dalam imajinasi klien bukan di kehidupan sehari-hari. Paparan terhadap peristiwa traumatis yang sebenarnya seperti kecelakaan pesawat, pemerkosaan, kebakaran, banjir,  sering tidak mungkin dilakukan karena alasan etis dan praktis. Banjir imaginal dapat menciptakan kembali keadaan trauma dengan cara yang tidak membawa konsekuensi yang merugikan bagi klien.
Flooding sering digunakan dalam pengobatan perilaku kecemasan yang berhubungan dengan gangguan, fobia, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stres pasca trauma, dan agoraphobia. Kontak yang terlalu lama dan intens dapat menjadi cara yang efektif dan efisien untuk mengurangi kecemasan klien. Penelitian menunjukkan bahwa terapi paparan dapat mengurangi derajat rasa takut dan kecemasan (Tryon, 2005).
b.    Tujuan
Terapi eksposur dirancang untuk menangani ketakutan dan respon emosi negatif lainnya dengan memperkenalkan pada klien, di bawah kondisi yang dikontrol secara hati-hati, situasi yang dapat memberikan kontribusi terhadap masalah tersebut.
c.     Langkah-langkah
Tahapan In Vivo Desensitization terdapat tiga tahap, yaitu:
1)  Relaksasi
Pelatihan relaksasi merupakan strategi yang digunakan untuk menurunkan autonomic arousal yang merupakan komponen dari rasa takut dan cemas. Ketika anak merasa takut atau cemas, respon fisiologis yang muncul adalah ketegangan pada otot, detak jantung yang cepat, berkeringat dingin, atau nafas yang tersengal-sengal. Simtom-simtom tersebut merupakan bagian dari autonomic arousal yang muncul ketika anak menghadapi stimulus yang ditakuti. Dengan menggunakan prosedur relaksasi, anak melakukan aktivitas yang berfungsi berlawanan dengan autonomic arousal seperti menurunkan ketegangan otot, menghangatkan tangan, bernafas dengan  pelan, dan lain-lain.
Ketika anak melakukan prosedur aktivitas yang berlawanan dengan respon otonomi tubuh, maka ketakutan akan berkurang. Salah satu prosedur relaksasi yang banyak digunakan adalah diaphragmatic breathing (Davis, Eshelman, & McKay, dalam Miltenberger, 2008). Diaphragmatic Breathing Diaphragmatic breathing atau deep breathing atau relaxed breathing merupakan teknik relaksasi dimana anak bernafas panjang dalam ritme yang lambat dan teratur. Setiap kali bernafas anak menggunakan otot diagfragma untuk menghirup oksigen ke dalam paru-paru. Pola pernafasan tersebut dilakukan untuk menggantikan pernafasan pendek dan tersengal yang muncul secara automatic ketika seseorang merasa takut atau cemas.
Untuk mempelajari diaphragmatic breathing, anak duduk dalam posisi yang nyaman sambil meletakkan tangan di perut yang merupakan lokasi otot diafragma, menutup mata, kemudian menarik nafas dengan lambat sekitar 3-5 detik. Pada saat menarik nafas, anak merasakan pergerakan diagfragma dan memfokuskan diri pada sensasi fisik yang ia rasakan. Hal tersebut juga berguna agar perhatian anak teralih dari stimulus yang membuatnya tidak nyaman.
2)   Hierarki
Stimulus yang ditakuti setelah anak mempelajari dan menguasai prosedur relaksasi, terapis dan anak menyusun hirarki stimulus yang menimbulkan ketakutan pada anak. Pertama anak diminta untuk menuliskan berbagai stimulus yang ia takuti di sekolah. Setelah itu anak memberi rating kecemasan yang bernilai 0-100 pada masingmasing stimulus. Dari daftar stimulus tersebut lalu, terapis menyusun stimulus mulai dari yang menimbulkan rasa takut paling rendah sampai dengan yang paling tinggi.
3) Exposure  
Setelah hierarki stimulus yang ditakuti tersusun, secara bertahap anak mulai dihadapkan langsung dengan stimulus-stimulus tersebut sambil menerapkan teknik relaksasi yang telah dipelajari. Pada sesi awal, stimulus yang dihadapkan pada anak adalah menimbulkan ketakutan paling rendah. Setelah anak merasa nyaman dan tingkat ketakutannya berkurang, ia akan dihadapkan pada stimulus yang lebih sulit. Demikian seterusnya sampai akhirnya anak dihadapkan pada stimulus yang paling ditakuti.

5.      Eye Movement Desentisization and Reprocessing
a.    Pengertian
Eye movement Desensitization and Reprocessing (EMDR) adalah salah satu bentuk psikoterapi yang pada awalnya dirancang untuk menghilangkan distress yang berkaitan dengan adanya pengalaman atau ingatan traumatik (Shapiro, 1989a, 1989b).  Melalui model Adaptive Information Processing (Shapiro, 2001) dinyatakan bahwa EMDR memperlancar akses ke dalam ingatan traumatik dan pemrosesannya untuk mencapai pemecahan yang adaptif. Terapi EMDR yang berhasil akan berakhir dengan hilangnya distress afektif, adanya perumusan baru keyakinan (beliefs) yang sebelumnya negatif dan meredanya bangkitan (arousal) fisiologis.
b.    Tujuan
EMDR dirancang untuk membantu klien menangani gangguan stress pasca traumatis, EMDR diaplikasikan pada bermacam-macam populasi termasuk anak-anak, pasangan, korban penyalahgunaan seksual, veteran perang, korban kejahatan, korban pemerkosaan, korban kecelakaan, dan individu yang menghadapi kegelisahan , panik, depresi, kecanduan dan phobia.
c.    Langkah-langkah
EMDR terdiri atas delapan tahap inti yang banyak diambil dari prosedur yang digunakan dalam terapi behavioral:
1)   EMDR digunakan untuk menolong klien membentuk kembali pola pikir mereka atau untuk memproses ulang informasi yang mereka miliki.Seperti halnya pada terapi behavior, tahap awal pada perawatan ini membutuhkan pemahaman akan masalah klien, mengidentifikasi dan mengevaluasi tujuan perawatan secara spesifik.
2)   Tahap persiapan melibatkan sebuah terapi kelompok.Terapis menjelaskan proses dan pengaruh EMDR, mendiskusikan tujuan dan harapan yang mungkin dimiliki klien, tahap ini dimulai dengan melakukan relaksasi dan nenciptakan suasana yang nyaman saat klien dpat mempertahankan imajinasi emosinya.
3)   Tahap assessment (pengukuran) meliputi, identifikasi memori traumatis yang menimbulkan kecemasan, identifikasi sensasi emosional dan fisik yang dihubungkan dangan peristiwa traumatis, evaluasi terhadap skala Subjective Unit of Disturbance (SUD), identifikasi terhadap kognisi negative yang dihubungkan dengan peristiwa yang mengganggu, dan menemukan suatu kepercayaan adaptif yang akan mengurangi tingkat kecemasan.
4)   Di dalam tahap desentisisasi, klien diminta untuk memvisualisasikan gambaran traumatiknya, menuturkan kepercayaan maladaptifnya, dan memperhatikan sensasi fisiknya.Proses pengeksposan terbatas, klien diminta untuk mengekspose keadaan yang paling mengganggu selama kurang dari semenit tiap sesinya. Klien diminta untuk membuang pengalaman negatifnya dan melaporkan apa yang dibayangkannya, dirasakan dan dipikirkannya.
5)   Tahap instalasi terdiri dari penerapan dan peningkatan kekuatan pola pikir (kognisi) positif klien yang telah teridentifikasi sebagai pengganti pola pikir negatif.Kenyataan untuk mengasosiasikan peristiwa traumatic dengan kepercayaan yang adaptif sehingga memori tidak lagi mampu menimbulkan kecemasan dan pikiran negatif.Fokus yang menjadi kekuatan pada klien adalah memiliki positive self assessment (penilaian diri yang positif), yang menjadi hal sangat penting untuk mencapai peningkatan terapi.
6)   Setelah pola pikir positif ditanamkan, klien diminta untuk memvisualisasikan peristiwa traumatic dan pola pikir positifnya kemudian terapis memeriksa badannya dari atas sampai bawah dan mengidentifikasi tegangan seluruh tubuhnya.Pemeriksaan selesai ketika klien mampu memvisualisasikan peristiwa tersebut, dan pada saat yang sama, sebagian kecil tubuh mengalami ketegangan dan tetap mampu berpikir positif.
7)   Penting untuk menutup tiap-tiap sesi dengan baik.Terapis hendaknya mengingatkan klien bahwa dirinya mungkin akan mengalami gangguan imajinasi, emosi, dan pemikiran antara tiap-tiap sesi.Klien diminta untuk mencatat dalam buku harian atau jurnal dan merekam hal-hal yang mengganggunya..Beberapa intervensi dari klien diharapkan untuk melakukan beberapa kegiatan selama proses perawatan seperti relaksasi, menciptakan imajinasi, meditasi, selfmonitoring, dan latihan pernafasan.
8)   Mengevaluasi kembali perawatan yang sudah dijalani, hendaknya diterapkan pada awal masing-masing sesi baru.Tahap EMDR yang terakhir meliputi beberapa proses behavioural, yaitu: reconceptualisasi permasalahan klien, penetapan tujuan baru proses terapi, melaksanakan desensitisasi lebih lanjut, melanjutkan tugas merestukturisasi aspek kognitif, melanjutkan proses self monitoring, dan secara kolaboratif mengevaluasi hasil perawatan.

6.      Self Management
a.    Pengertian
Self management atau pengelolaan diri adalah suatu strategi pengubahan perilaku yang dalam prosesnya konseli mengarahkan perubahan perilakunya sendiri dengan suatu teknik atau kombinasi teknik teurapetik (Cormier&Cormier, 1985: 519). Merriam & Caffarella (Knowles, 2003b:48) menyatakan bahwa pengarahan diri merupakan upaya individu untuk melakukan perencanaan, pemusatan perhatian, dan evaluasi terhadap aktivitas yang dilakukan. Di dalamnya terdapat kekuatan psikologis yang memberi arah pada individu untuk mengambil keputusan dan menentukan pilihannya serta menetapkan cara-cara yang efektif dalam mencapai tujuannya.
Self management merupakan salah satu model dalam cognitive behavior therapy. Self management meliputi pemantauan diri (self-monitoring), reinforcement yang positif (self-reward), kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri (self-contracting), dan penguasaan terhadap ransangan (stimulus kontrol) (Gunarsa, 1996:225-226). Selanjutnya dinyatakan bahwa self-instructional merupakan teknik kognitif yang mempunyai peranan penting atau sebagai penyokong terhadap self-management. Pengaruh teori kognitif pada masalah-masalah self-management disebabkan oleh kesalahan konstruksi-konstruksi atau kognisi-kognisi yang lain tentang dunia atau orang-orang di sekitar kita atau diri kita sendiri. Selfinstructional atau menginstruksi diri sendiri pada hakikatnya adalah bentuk restrukturisasi aspek kognitif. Urgensi dari hal tersebut terungkap bahwa pernyataan terhadap diri sendiri sama pengaruhnya dengan pernyataan yang dibuat orang lain terhadap dirinya (Meichenbaum; dalam Gunarsa, 1996:228).
b. Tujuan
1) Memberikan peran yang lebih aktif pada siswa dalam proses konseling.
2) Keterampilan siswa dapat bertahan sampai di luar sesi konseling.
3) Perubahan yang mantap dan menetap dengan arah prosedur yang tepat.
4) Menciptakan keterampilan belajar yang baru sesuai harapan.
5) Siswa dapat mempola perilaku, pikiran, dan perasaan yang diinginkan.
c. Langkah-langkah
1)   Pemantauan diri (self-monitoring), merupakan suatu proses klien mengamati dan mencatat segala sesuatu tentang dirinya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Pemantauan diri biasanya digunakan konseli untuk mengumpulkan base line data dalam suatu proses treatment.
2)   Reinforcement yang positif (self-reward), digunakan untuk membantu klien mengatur dan memperkuat perilakunya melalui konsekuensi yang dihasilkannya sendiri. Banyak tindakan individu yang dikendalikan oleh konsekuensi yang dihasilkannya sendiri sebanyak yang dikendalikan oleh konsekuensi eksternal. Pada tahap ini, mengubah atau mengembangkan perilaku dengan menggunakan sebanyakbanyaknya ganjar-diri dapat dilakukan dalam konseling.
3)   Kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri (self-contracting), adapun langkah-langkah dalam self-contracting ini adalah:
a)      Klien membuat perencanaan untuk mengubah pikiran, perilaku, dan perasaan yang ingin dilakukannya.
b)      Klien menyakini semua yang ingin diubahnya.
c)      Klien bekerjasama dengan teman/keluarga untuk progam self-managementnya.
d)     Klien akan menanggung resiko dengan program self-management yang dilakukannya.
e)      Pada dasarnya, semua yang klien harapkan mengenai perubahan pikiran, perilaku dan perasan adalah untuk klien sendiri.
f)       Klien menuliskan peraturan untuk dirinya sendiri selama menjalani proses self-management.
4)      Penguasaan terhadap rangsangan (stimulus kontrol),  Kendali stimulus menekankan pada penataan kembali atau modifikasi lingkungan sebagai isyarat khusus (gues) atau anteseden atas respons tertentu. Sebagaimana dijelaskan dalam model perilaku ABC (Antesedent Behavior Consequence), tingkah laku seringkali dibimbing oleh sesuatu yang mendahului (antesedent) dan dipelihara oleh peristiwa-peristiwa positif atau negatif yang mengikutinya (consequence). Anteseden atau konsekuensi itu dapat bersifat internal atau eksternal, misalnya saja, anteseden dapat berupa suatu situasi, emosi, kognisi, atau suatu instruksi tersamar maupun terang-terangan. Adapun prinsip-prinsip mengurangi perilaku yang tidak diinginkan adalah:
a)      Penataan awal atau mengubah cues yang berhubungan dengan tempat perilaku, yang terdiri atas: a) penataan awal cues yang menyebabkan sulitnya perilaku tertentu dilaksanakan, dan b) pengaturan awal cues supaya dapat dikendalikan oleh orang lain.
b)      Mengubah waktu atau sekuensi antara antesedents cues dengan perilaku hasil, yang terdiri atas: a. menghentikan sekuensi, b. mengubah sekuensi, dan c. dan menciptakan hambatan-hambatan ke dalam sekuensi.
Adapun prinsip-prinsip meningkatkan perilaku yang diinginkan adalah:
a)      Mencari cues dengan sengaja untuk memunculkan perilaku yang diinginkan.
b)      Mengonsentrasikan pada perilaku tertentu ketika berada dalam situasinya.
c)      Secara berangsur-angsur menampilkan perilaku pada situasi lain.
d)     Meningkatkan kehadiran cues dari orang lain dan yang dihadirkan sendiri yang dapat membantu memunculkan perilaku yang diinginkan.

7.    Assertive Theraphy
a.    Pengertian
Latihan asertif adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Latihan asertif ini diberikan pada individu yang mengalami kecemasan, tidak mampu mempertahankan hak-haknya, terlalu lemah, membiarkan orang lain melecehkan dirinya, tidak mampu mengekspresikan amarahnya dengan benar dan cepat tersinggung.
Menurut Goldstein (1986) latihan asertif merupakan rangkuman yang sistematis dari ketrampilan, peraturan, konsep atau sikap yang dapat mengembangkan dan melatih kemampuan individu untuk menyampaikan pikiran, perasaan, keinginan dan kebutuhannya dengan penuh percaya diri dan kejujuran sehingga dapat berhubungan baik dengan lingkungan sosialnya. 15 hal-hal yang dapat dibantu dengan latihan asertif antara lain:
1)      Tidak dapat menyatakan kemarahannya atau kejengkelannya.
2)      Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan dari padanya.
3)      Mereka yang mengalami kesulitan berkata “tidak”.
4)      Mereka yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapatnya.
5)      Kecemasan dalam diri individu, seperti merasa tidak pantas dalam pergaulan sosial, takut untuk ditinggalkan, kesulitan mengekspresikan perasaan cinta kepada orang-orang disekitarnya.
b.    Tujuan
Latihan asertif bertujuan melatih serta membiasakan individu berperilaku asertif dalam berhubungan dengan orang lain di lingkungan sekitarnya. Perilaku asertif merupakan perilaku dalam hubungan antar pribadi yang menyangkut ekspresi emosi, perasaan, pikiran, serta keinginan dan kebutuhan secara terbuka, tepat, dan jujur, tanpa perasaan cemas atau tegang terhadap orang lain tanpa merugikan diri sendiri atau orang lain
c.    Langkah-langkah
Adapun langkah-langkah dalam strategi latihan asertif adalah sebagai berikut:
1)      Rasional strategi, yaitu konselor memberikan rasional/ menjelaskan maksud penggunaan strategi. Konselor memberikan overview tahapan-tahapan implementasi strategi.
2)      Identifikasi keadaan yang menimbulkan persoalan, yaitu konselor meminta klien menceritakan secara terbuka permasalahan yang dihadapi dan sesuatu yang dilakukan atau dipikirkan pada saat permasalahan timbul.
3)      Membedakan perilaku asertif dan tidak asertif serta mengeksplorasi target, yaitu konselor dank lien membedakan perilaku asertif dan perilaku tidak asertif serta menentukan perubahan perilaku yang diharapkan.
4)      Bermain peran, pemberian umpan balik serta pemberian model perilaku yang lebih baik, yaitu klien bermain peran sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Konselor member umpan balik secara verbal, pemberian model perilaku yang lebih baik, pemberian penguat positif dan penghargaan.
5)      Melaksanakan latihan dan praktik, yaitu klien mendemonstrasikan perilaku yang asertif sesuai dengan target perilaku yang diharapkan.
6)      Mengulang latihan, yaitu klien mengulang latihan kembali tanpa bantuan pembimbing.
7)      Tugas rumah dan tindak lanjut, yaitu konselor member tugas rumah pada klien, dan meminta klien mempraktekkan perilaku yang diharapkan dan memeriksa perilaku target apakah sudah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
8)      Terminasi, yaitu konselor menghentikan program bantuan.

8.    Terapi Multimodal
a.    Pengertian
Terapi ini adalah suatu sistem yang terbuka dan mendorong adanya elektisisme teknik, yaitu terapis harus mampu menggunakan setiap teknik yang terbukti efektif untuk dipakai menangani problema yang spesifik (Roberts et al, 1980). Palmer (2012) juga menyatakan bahwa terapi ini cukup fleksibel untuk disesuaikan dengan kebutuhan klien, bukan klien yang perlu untuk menyesuaikan terapi. Terapi ini tidak hanya menggunakan satu teknik saja namun konselor dapat menggunakan beberapa teknik dari beberapa pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan konseli. Esensi pendekatan multimodal adalah bahwa kepribadian manusia yang kompleks dibagi menjadi tujuh kawasan fungsi utama, yaitu perilaku (B), respon afektif (A), sensasi (S), khayal (I), kognisi (C), hubungan interpersonal (I), dan obat (D) atau fungsi biologis, nutrisi, dan olah raga (Lazarus, 1989) Terapis multimodal mempunyai penilaian tuntas dan program penanganan harus memperhatikan fungsi tersebut.
Terapi ini menggunakan suatu perspektif pembelajaran sosial yang luas untuk mencatat perkembangan dan perubahan pribadi. Nurhayati (2011) menjelaskan bahwa terapi ini dapat digunakan untuk individu yang mengalami harga diri yang rendah. Hal tersebut dinyatakan bahwa mekanisme integrasi yang disebut sistem BASIC-ID pada akronim A (Affect) dapat terjadi dikarenakan kemarahan dan depresi.
b.    Tujuan
Tujuan terapi multimodal adalah untuk menstruktur kognitif, memperbaiki pola interaksi dalam lingkungan, pembinaan eksekutif, individu/ pembinaan kehidupan, manajemen stres, pembinaan kesehatan, kehidupan yang lebih bahagia dan mencapai tujuan realistis mereka.

Mahzab ketiga yang akan dibahas adalah:

Psikoterapi dalam Mahzab Humanistik
            Psikologi humanistik menyoroti tingkah laku secara lebih luas. Memandang bahwa memiliki faktor internal dan eksternal dalam pembentukannya. Keduanya tidak bisa dilepaskan satu sama lain, bukan seperti psikoanalisis dan behavioristik. Aliran ini layaknya penggabungan antara kedua aliran psikologi sebelumnya. Masa lalu begitu mempengaruhi tingkah laku manusia tetapi tidak boleh dilepaskan dari stimulus yang diperoleh dari lingkungan. Lebih lagi yang perlu ditekankan bahwa pembentukan tingkah laku manusia tidak hanya dikendalikan oleh lingkungan atau masa lalu, tetapi manusia punya kemampuan mengarahkan diri dengan sifat subjektivitasnya sebagai individu.
Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia.
Psikoterapi dalam Humanistik adalah sebagai berikut:
1.      Solution-focused brief therapy 
Solution-focesed brief therapy adalah pendekatan psikologi yang berdasarkan pembangunan solusi dibandingkan pemecahan masalah. Hal itu menggali individual yang berdasarkan hasil dan masa depan yang akan datang. Menolong mereka untuk melihat kedepan dan menggunakan kekuatan mereka untuk mendapatkan hsil pencapaian mereka. Solution focused brief therapy adalah pendekatan  berdasarkan batasan waktu . Teknik ini dikembangkan di amerika pada tahun 1980 oleh suami dan istri yang bernama Steve de Shazer dan Insoo Kim berg. Bersama dengan tim mereka di Brief Family center. Bersama mereka menemukan terapi di 7 dasan filosofi dan asumsi.


2.      Gestalt Therapy (Fritz Perls)
Terapi Gestalt adalah suatu terapi yang eksistensial yang menekankan kesadaran disini dan sekarang. Konsep-konsep utamanya mencakup penerimaan tanggung jawaab pribadi, hidup pada saat sekarang, pengalaman langsung, penghindaran diri, urusan yang tidak sesuai dan penembusan jalan buntu.
Sasaran terapeutik utamanya adalah menantang klien untuk beralih dari dukungan lingkungan kepada dukungan sendiri. Dalam pendekatan ini, terapis membantu klien agar mengalami penuh segenap perasaannya dan supaya klien mampu membuat penafsiran-penafsiran sendiri. Serta terapis lebih memusatkan perhatian pada bagaimana klien bertindak. Salah satu kelebihan terapi Gestalt adalah pengalaman-pengalaman masa lampau klien yang relevan dibawa ke saat sekarang, sehingga hasilnya jauh lebih baik disbanding dengan hanya membicarakan keterangan histiris klien secara abstrak. Akan tetapi, terapi Gestalt cenderung anti-intelektual dalam arti kurang memperhitungkan faktor-faktor kognitif.
https://www.youtube.com/watch?v=ZbOAdMdMLdI

3.      Person-Centered Therapy (Carl R. Rogers)
Terapi ini cocok untuk orang-orang dengan masalah psikologis yang ada ketidakbahagiaan dalam dirinya, mereka biasanya akan mengalami masalah emosional dalam hubungan dikehidupannya, sehingga menjadi orang yang tidak berfungsi sepenuhnya. 
Terapi ini tidak memiliki metode atau teknik yang spesifik, sikap-sikap terapis dan kepercayaan antara terapis dan klienlah yang berperan penting dalam proses terapi. Terapis membangun hubungan yang membantu, dimana klien akan mengalami kebebasan untuk mengeksplorasi area-area kehidupannya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Terapis memandang klien sebagai narator aktif yang membangun terapi secara interaktif dan sinergis untuk perubahan yang positif. Dalam terapi ini pada umumnya menggunakan teknik dasar mencakup mendengarkan aktif, merefleksikan perasaan-perasaan atau pengalaman, menjelaskan, dan “hadir” bagi klien, namun tidak memasukkan pengetesan diagnostik, penafsiran, kasus sejarah, dan bertanya atau menggali informasi. Untuk terapis person centered, kualitas hubungan terapi jauh lebih penting daripada teknis. Terapis harus membawa ke dalam hubungan tersebut sifat-sifat khas yang berikut:
  • Menerima àTerapis menerima pasien dengan respek tanpa menilai atau mengadilinya entah secara positif atau negatif. Pasien dihargai dan diterima tanpa syarat. Dengan sikap ini terapis memberi kepercayaan sepenuhnya kepada kemampuan pasien untuk meningkatkan pemahaman dirinya dan perubahan yang positif.
  • Keselarasan à Terapis dikatakan selaras dalam pengertian bahwa tidak ada kontradiksi antara apa yang dilakukannya dan apa yang dikatakannya.
  • Pemahaman à Terapis mampu melihat pasien dalam cara empatik yang akurat. Dia memiliki pemahaman konotatif dan juga kognitif.
  • Mampu mengomunikasikan sifat-sifat khas ini à  Terapis mampu mengkomunikasikan penerimaan, keselarasan dan pemahaman kepada pasien sedemikian rupa sehingga membuat perasaan-perasaan terapis jelas bagi pasien.
  • Hubungan yang membawa akibat: Suatu hubungan yang bersifat mendukung (supportive relationship), yang aman dan bebas dari ancaman akan muncul dari teknik-teknik diatas.


  
Referensi:
Basuki, A.M.H. 2008. Psikologi umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Corey, Gerald. (1991). Theory and practice of counseling and psychotherapy,5th . Brooks/Cole Publishing Company.
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus besar bahasa Indonesia pusat bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Gunarsa, Singgih D.(1996). Konseling dan psikoterapi. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Hidayat, D.R. (2011). Teori dan aplikasi psikologi kepribadian dalam konseling. Bogor: Ghalia Indonesia.
Jaenudin, U. (2012). Psikologi kepribadian. Jakarta: Pustaka Setia.
K. Bertens. (2006). Psikoanalisis Sigmund Freud. Jakarta: Gramedia.
Latipun. (2001). Psikologi konseling. Malang: UMM Press.
Richard P. H. (2012). Psikologi abnormal. Jakarta: Salemba Humanika.
Sarwono,S.W.(2002). Berkenalan dengan aliran-aliran dan tokoh-tokoh psikologi.Jakarta : Bulan Bintang.
Semiun, Y. (2006). Kesehatan mental 1. Yogyakarta: Kanisius,
Semiun, Y. (2006). Teori kepribadian dan terapi psikoanalitik freud. Jakarta: Kanisius.
Suharto, E. (2007). Pekerjaan sosial di dunia industri – csr. Bandung: Refika Aditama.
Sutyas P., Elly Y., dan Verina H. S. (2012). Terapi humanistik. Surabaya: Universitas Surabaya
Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan. (2011). Teori kepribadian cet.3. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Walgito,B.(2003). Pengantar psikologi umum.Yogyakarta : Penerbit AND.

Referensi Gambar :
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/12/Sigmund_Freud_LIFE.jpg
http://www.azquotes.com/quote/766023